Senin, 20 Juni 2011

KECERDASAN EMOSI

Beberapa konsepsi yang keliru tentang kecerdasan emosi

Pertama, kecerdasan emosi tidak hanya berarti “bersikap ramah”. Pada saat-saat tertentu yang diperlukan mungkin bukan “sikap ramah” melainkan misalnya sikap tegas yang barangkali memang tidak menyenangkan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari.

Kedua, kecerdasan emosi bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa(memanjakan perasaan) melainkan mengelola perasaan sedemikian sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif, yang memungkinkan orang bekerjasama dengan lancar menuju sasaran bersama.

Begitu pula, wanita tidak “lebih hebat” daripada pria dalam hal kecerdasan emosi. Pria pun tidak “lebih hebat” daripada wanita. Kita semua mempunyai profil pribadi mengenai kekuatan dan kelemahan dalam kemampuan ini: kita mungkin hebat dalam berempati, tetapi mempunyai kekurangan dalam hal menangani kesedihan sendiri, atau kita mungkin peka sekali terhadap perubahan sekecil apa pun dalam suasana hati kita, tetapi kurang luwes dalam pergaulan.

Memang benar bahwasanya pria dan wanita sebagai kelompok cenderung sama-sama mempunyai profil khas gender dengan kekuatan dan kelemahan masing-masing. Sebuah analisis tentang kecerdasan emosi terhadap ribuan pria dan wanita menemukan bahwa wanita, rata-rata lebih sabar tentang emosi mereka, lebih mudah bersikap empati, dan lebih terampil dalam hubungan pribadi. Pria, sebaliknya, lebih percaya diri dan optimistis, mudah beradaptasi, dan lebih baik dalam menangani stress.

Namun secara umum, kemiripan diantara dua kelompok ini jauh lebih banyak kimbang perbedaan. Sebagian pria sama empatiknyadengan kebanyakan wanita yang sangat peka terhadap pergaulan., sedangkan sebagian wanita mempunyai kemampuan yang sama dalam menahan stress dengan kebanyakan pria yang tangguh secara emosi. Memang, secara rata-rata bila kita melihat peringkat keseluruhan untuk pria dan wanita, kekutan dan kelemahan saling menghilangkan, sehingga dalam kaitan dengan kecerdasan emosi keseluruhan, perbedaan berdasarkan jenis kelamin tidak ada.

Akhirnya, tingkat kecerdasan emosi kita tidak terikat dengan factor genetis, tidak juga hanya dapat berkembangsalama masa kanak-kanak. Tidak seperti IQ, yang berubah hanya sedikit sesudah melewati masa remaja, tampaknya kecerdasan emosi lebih banyak diperolehlewat belajar, dan terus berkembang sepanjang hidup sambil belajar dari pengalaman sendiri (kecakapan kita dalam hal ini dapat terus tumbuh). Sesungguhnya studi-studi yang telah menelusuri tingkat kecerdasan emosi orang selama bertahun-tahun. Menunjukkan bahwa orang makin lama makin baik dalam kemampuan ini sejalan dengan makin terampilnya mereka dalam menangani emosi dan impuls nya sendiri, dalam memotivasi diri, dan dalam mengasah empati dan kecakapan sosial. Ada istilah lama untuk perkembangan kecerdasan emosi ini: kedewasaan

Krisis mendatang: Meningkatnya IQ, Menurunnya EQ
Sejak 1918, ketika Perang dunia I memperkenalkan pengujian uji IQ secara massal trhadap para calon tentara Amerika, skor IQ rata-rata di Amerika Serikat telah meningkat 24 poin, dan kenaikan serupa juga tercatat di Negara-negara maju di seluruh dunia. Alasan kenaikan tersebut karena nutrisi yang lebih baik,lebih banyaknya anak-anak yang berkesempatan menyelesaikan jenjang pendidikan lebih tinggi, adanya game komputer, dan permainan teka-teki yang membantu anak-anak menguasai ketrampilan-ketrampilan berwawasan(spatial skills), hingga semakin kecilnya jumlah anggota keluarga(yang umumya berkolerasi dengan lebih tingginya skor IQ pada anak-anak).
Namun, ini ternyata menghasilkan paradoks yang membahayakan: Sementara skor IQ anak-anak makin tinggi, kecerdasan emosi mereka justru menurun. Barangkali, yang paling mengkhawatirkan adalah data dari sebuah survey besar-besaran terhadap orang tua dan guru yang menunjukkn bahwa anak-anak generasi sekarang lebih sering lebih sering mengalami masalah emosi ketimbang generasi terdahulu. Secara pukul rata, anak-anak sekarang tumbuh dalam kesepian dan depresi, lebih mudah marah dan lebih sulit diatur, lebih gugup dan cenderung cemas, lebih impulsive dan agresif.
Dua sampel acak terhadap anak-anak Amerika, usia tujuh hingga enam belas tahun, dievaluasi oleh orangtua dan guru mereka (orang-orang dewasa mengenal mereka dengan baik). Kelompok pertama diukur sekitar pertengahan tahun 1970-an, sedangkan kelompok pembanding disurvei sekitar akhir tahun 1980-an. Selama kurun waktu sekitar 15 tahun itu, ada penurunan yang signifikan pada kecerdasan emosi anak-anak. Walaupun anak-anak kalangan miskin mulai dengan tingkat rata-rata yang lebih rendah, laju penurunan ini sama untuk semua kelas ekonomi yakni sama curamnya baik dilingkungan pemukiman mewah luar kota maupun di lorong-lorong kumuh perkotaan.
Dr. Thomas Achenbach, psikologi dari University of Vermont yang melakukan studi tersebut menyatakan bahwa menurunnya kemampuan-kemampuan dasar pada anak-anak ini tampaknya bersifat mendunia. Tanda-tanda jelas mengenai penurunan ini tampak dari bertambahnya kasus kaum muda yang mengalami masalah-masalah seperti putus asa terhadap masa depan dan keterkucilan, penyalahgunaan obat bius, kriminalitas dan kekerasan, depresi atau masalah makan, kehamilan tak diinginkan, kenakalan, dan putus sekolah.


Kecakapan emosi
Kecakapan emosi adalah kecakapanhasil belajar yang didasarkan pada kecerdasan emosi dan karena itu menghasilkan kinerja menonjol dalam pekerjaan. Contohnya kecakapan yang ditunjukkan oleh sang pramugari. Ia istimewa Dalam hal “pengaruh” sebagai salah stu kecakapan emosi yang penting: mampu membuat orang menanggapi apa yang dikehendaki. Inti kecakapan ini adalah dua kemampuan empati, yang melibatkan kemampuan membaca perasaan orang lain dan ketrampilan sosial, yang berarti mampu mengelola perasaan oranglain dengan baik.
Kecerdasan emosi menentukan potensi kita untuk mempelajari ketrampilan-ketrampilan praktis yang didasarkan pada 5 unsurnya: kesadaran diri, motivasi, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan oranglain. Kecakapan emosi terbagi dalam beberapa kelompok, masing-masing berlandaskan kemampuan kecerdasan emosi yang sama. Kemampuan kecerdasan emosi yang menjadi pijakan ini perlu bahkan vital, jika orang harus menunjukkan kecakapan yang diturunkan dari seseorang ditempat kerja. Apabila mereka kurang pandai dalam ketrampilan sosial misalnya orang akan tidak mempunyai kemampuan untuk membujuk atau mengilhami oranglain., untuk memimpin kelompok, atau untuk menjadi katalisator perubahan. Jika kesadaran mereka kurang, mereka akan lupa dengan kelemahan-kelemahan dirinya sendiri, dan kurang kepercayaan diri yang berasal dari kepastian kekuatan mereka.


Kerangka Kerja Kecakapan Emosi
Kecakapan Pribadi
Kecakapan ini menentukan kita mengelola diri sendiri
Kesadaran Diri
Mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumberdaya, dan intuisi
Kesadaran emosi: Mengenali emosi diri sendiri dan efeknya
Penilaian diri secara teliti: Mengetahui kekuatan dan batas-batas diri sendiri
Percaya diri: Keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri
Pengaturan Diri, Mengelola kondisi, impuls, dan sumberdaya diri sendiri
• Kendali diri: Mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang merusak
Sifat dapat dipercaya: Memelihara norma kejujuran dan integritas
Kewaspadaan: Bertanggungjawab atas kinerja pribadi
Adaptibilitas: Keluwesan dalam menghadapi perubahan
Inovasi: Mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan dan informasi-informasi
Motivasi
Kecendrungan emosi yang mengantar atau memudahkan peraihan sasaran
Dorongan pribadi: Dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi standard keberhasilan
Komitmen: Menyesuaikan diri dengan asaran kelompok atau perusahaan
Inisiatif: Kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan
Optimisme: Kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada halangan dan kegagalan



Kecakapan sosial
Kecakapan ini menentukan bagaimana kita menangani suatu hubungan
Empati
Kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan oranglain
Memahami oranglain:Mengindra perasaan dan perspektif oranglain dan menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka
Orientasi pelayanan: Mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan
Mengembangkan oranglain: Merasakan kebutuhan perkembangan oranglain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka
Mengatasi keragaman: Menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan bermacam-macam orang
Kesadaran politis: Mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan hubungan nya dengan kekuasaan.
Ketrampilan Sosial
Kepintaran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki pada oranglain
Pengaruh: Memiliki taktik-taktik untuk melakukan persuasi
Komunikasi: Mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan
Kepemimpinan: Membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan orang lain
Katalisator perubahan: Memulai dan mengelola perubahan
Manajemen konflik: Negosiasi dan pemecahan silang pendapat
Pengikat jaringan: Menumbuhkan hubungan sebagai alt
Kolaborasi dan kooperasi: Kerjasama dengan oranglain demi tujuan bersama
Kemampuan tim: Menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan tujuan bersama

Jumat, 17 Juni 2011

KESEHATAN MENTAL


Beberapa definisi tentang kesehatan mental:
1. Kesehatan mental adalah terhidarnya seseorang dari gejala jiwa (neurose) dan gejala penyakit jiwa(psychose)
            Berbagai kalangan psikiatri (kedokteran jiwa) menyambut baik definisi ini. Menurut definisi ini, seseorang dikatakan bermental sehat bila orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, yaitu adanya perasaan cemas tanpa diketahui sebabnya, malas, hilangnya kegairahan bekerja pada diri seseorang. Bila gejala ini meningkat akan menyebabkan penyakit anxiety, neurasthenis, hysteria, dan sebagainya. Adapun orang yang sakit jiwa biasanya memiliki pandangan berbeda dengan pandangan orang yang pada umumnya. Inilah yang kita kenal dengan orang gila.
2. Kesehatan mental adala adanya kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, orang lain, masyarakat dan lingkungannya.
            Definisi ini lebih luas daripada definisi pertama karena berhubungan kehidupan manusia secara umum. Menurut definisi ini seseorang dikatakan bermental sehat bila ia menguasai dirinya sehingga ia terhindar dari tekanan-tekanan perasaan atau hal-hal yang menyebabkan frustasi.
Orang yang mampu menyesuaikan diri akan merasakan hidup bahagia karena tidak diliputi perasaan cemas, gelisah, dan prasaan lainnya. Sebaliknya ia akan merasa semangat yang tinggi dalam menjalankan hidupnya.
            Untukmencapai kesehatan mental, kita harus mengenal diri sendiri dan bertindak sesuai dengan kemampuan dan kekurangan diri kita. Hal ini bukan berarti kita harus mengabaikan orang lain.
            Kita juga harus mengenal, memahami, dan meneliti orang lain secara objektif dan menerima kelemahan dan kelebihan yang dimilikinya.
            Selain dua faktor diatas, kita harus memperhatikan lingkungan, yatu memperhatikan kaidah-kaidah sosial, peraturan-peraturan, undang-undang, adat kebiasaan, yang berlaku dalam lingkungan kita. Dengan demikian, kita harus menjaga segala tindakan kita agar tidak bertentangan dengan peraturan dan kebiasaan yang berlaku.
3. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan seseorang untuk mengembangkan potensi, bakat dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin.
Selanjutnya....